Polisi Resor Malang akan Usut Tuntas Tewasnya Alfin oleh Oknum Anggota PSHT

RILIS: Wakapolres Malang Kompol Imam saat rilis kasus pengeroyokan oleh oknum PSHT
RILIS: Wakapolres Malang Kompol Imam saat rilis kasus pengeroyokan oleh oknum PSHT

MEMOX.CO.ID – Kasus tewasnya alm
Alfin Syafiq Ananta (17), pemuda asal Desa Kepuharjo, Karangploso, Kabupaten Malang yang menjadi korban pengeroyokan oleh puluhan oknum pesilat dari perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di Malang akan diusut tuntas oleh pihak kepolisian resor Malang, Jum’at (13/09/2024).

Korban tewas setelah 6 hari dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma.
Peristiwa pengeroyokan korban terekam kamera CCTV milik warga yang terjadi pada Jumat, 6 September 2024 lalu.

Korban dikeroyok sejumlah oknum pesilat PSHT hingga mengalami koma. Setelah 6 hari koma dan dirawat di rumah sakit, nyawa korban tak tertolong hingga menghembuskan napas terakhirnya, Kamis (12/9/2024).

Kini pihak kepolisian resor Malang telah menetapkan tersangka kepada 10 oknum pesilat PSHT dalam kasus pengeroyokan remaja hingga tewas di Karangploso, Kabupaten Malang.

Dari 10 tersangka kasus pengeroyokan di wilayah Kecamatan Karangploso 6 di antaranya masih di bawah umur,” ujar Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih dalam press releasenya mewakili Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana.

Lanjutnya, adapun keempat tersangka tersebut yakni AR (19), AE (20), MA (19), warga Desa Ngenep, Karangploso, serta IC (25) dari Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sedangkan tersangka di bawah umur meliputi MAS (17), RAF (17), VM (16), PIA (15), RH (15), dan RFP (17), yang semuanya berasal dari Desa Ngenep.

“Kasus pengeroyokan tersebut bermula dari kesalahpahaman terkait keanggotaan korban dalam (PSHT), salah satu perguruan silat. Peristiwa tersebut terjadi pada dua kesempatan, yakni pada Rabu (4/9) di lokasi latihan silat di Jalan Raya Sumbernyolo, Dusun Mojosari, Desa Ngenep, dan pada Jumat (6/9) di Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Karangploso.

Kejadian bermula saat Korban, ASA (17), warga Kepuharjo, Karangploso, mengunggah foto dirinya mengenakan atribut PSHT di status WhatsApp. Unggahan ini memicu salah satu tersangka, MAS (16), anggota PSHT, untuk menanyakan keaslian keanggotaan ASA.

Setelah dikonfirmasi, diketahui bahwa korban bukan anggota resmi PSHT. Akibatnya, korban diajak untuk mengikuti latihan di Desa Ngijo, yang berujung pada insiden kekerasan.

Salah satu tersangka bahkan menggunakan batu paving untuk memukul kepala korban. Akibat kekerasan tersebut, korban mengalami sesak napas dan tidak sadarkan diri, kita akan usut tuntas kasus ini dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lainnya,” terangnya.

Kompol Imam menambahkan, korban sempat mendapatkan perawatan di Klinik Kesehatan sebelum dirujuk ke IGD RS Prasetya Husada. Namun, setelah enam hari dirawat, ASA meninggal dunia pada Kamis (12/9/2024) karena pendarahan otak dan kerusakan sel otak di bagian temporal kiri.

“Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun,” tegasnya (fik)