MEMOX.CO.ID – Salah satu pengurus Bhayangkari Cabang Batu, Melissa B Darban, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kamis (13/11) malam.
Dijelaskan di salah satu media online, Melissa meninggalkan Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 19.56 WIB. Berdasarkan informasi yang dihimpun, dia mulai menjalani pemeriksaan pada Kamis sore hari.
Melissa mengabaikan sejumlah pertanyaan jurnalis yang mengkonfirmasi perihal materi pemeriksaannya. Termasuk mengenai hubungannya dengan tersangka yang sudah ditetapkan KPK.
Melissa B Darban mungkin tak pernah membayangkan masa kuliahnya empat tahun lalu kembali menghampiri, dalam bentuk surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota Bhayangkari yang kini tinggal di Kota Batu itu dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi program CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Sudah lama banget, waktu saya masih kuliah. Tahun 2020 saya pernah magang di DPR RI,” ujar Melissa, Jumat (14/11/2025).
Istri dari seorang Polisi yang bertugas di wilayah Kota Batu itu baru mengetahui namanya ikut terseret setelah menerima surat panggilan ke rumah orang tuanya pada Senin (10/11/2025).
Kemudian pada Kamis (13/11/2025) ia langsung berangkat ke Jakarta memenuhi panggilan penyidik. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK mulai sore hingga malam.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan pemeriksaan terhadap Melissa untuk menelusuri aset yang diduga bersumber dari hasil tindak pidana korupsi.”Penelusuran aset,” kata Budi, Kamis malam.Selain Melissa, KPK pada hari ini turut memanggil lima orang saksi lainnya.
Mereka ialah Martono (Tenaga Ahli Anggota DPR Heri Gunawan), Syarifah Husna (Mahasiswa), Helen Manik (Tenaga Ahli Heri Gunawan), Widya Rahayu Arini Putri (Dokter), dan Syifa Rizka Violin (Mahasiswa).
KPK sudah menetapkan dua anggota DPR yakni Satori (NasDem) dan Heri Gunawan (Gerindra) sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Satori dan Heri Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Keduanya juga dikenakan Pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Satori diduga menerima uang senilai Rp12,52 miliar. Rinciannya sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI; senilai Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta sejumlah Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lain.
Dari seluruh uang yang diterima, Satori diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi. Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya.
Satori juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan Penempatan Deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
Sementara Heri Gunawan diduga menerima total Rp15,86 miliar. Rinciannya sebanyak Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI; senilai Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta senilai Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
Heri Gunawan juga diduga melakukan dugaan pencucian uang dengan memindahkan seluruh penerimaan melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer.
Di mana dia kemudian disebut meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.
Heri Gunawan disinyalir menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya untuk pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat. (*)
