Karena, korban yang tergolong anak-anak kemudian memiliki masa depan menjadi korban pencabulan oleh seorang tenaga pendidik. Sehingga bisa menciderai masa depan harkat dan martabat anak. Apalagi anak mengalami kondisi trauma.
“Kami mengapresiasi terkait putusan majelis hakim dan jaksa penuntut umum. Dan ini saya apresiasi sekali,” katanya.
Sebenarnya ada beberapa poin yang kita sepakati terkait dengan putusan majelis hakim hari ini. Misalnya terkait anak. Kata Tri Eva, anak dinilai memiliki masa depan yang cerah kemudian menjadi korban. Kemudian, pelaku merupakan seorang kiai dan tenaga pendidik di Pondok Pesantren.
“Itu menciderai pondok. Nah, itu yang menjadi pertimbangan majelis hakim yang kami sepakati,” katanya.
Walaupun imbuh Tri Eva, terdakwa akan melakukan proses hukum luar biasa dalam proses ini, ia menyebut tetap akan mendampingi perkara tersebut.
Sementara itu, MS. Alhaidary kuasa hukum korban M Tamyiz menuturkan, dirinya yang jelas akan melakukan banding dalam waktu dekat ini. Sebab, ia menilai dari awal proses hukum itu dinilai cacat.
“Kita banding mestinya. Perkara ini sejak awal cacat. Mulai dari penyerahan berkas perkara ke pengadilan, itu tidak sesuai dengan penetapan,” katanya
Selain itu, tidak satupun saksi korban, mulai penyidikan sampai persidangan dipanggil memberikan keterangan sebagai saksi terhadap perkara ini. Selain itu, imbuh Alhaidary, tidak ada alat bukti satupun dalam kasus ini.
“Alat bukti hasil visum ada dua, satu gak sah atas nama NR, korbannya hanya itu, syarat harus ada laporan polisi. Dan korban ada satu dan tiba-tiba muncul saksi lain. Prinsipnya gini, kejahatan anak kejahatan serius, namun jangan jadikan memfitnah orang lain,” pungkasnya. (nif)