Sulap Berbagai Produk, Kerajinan Ekoprint Dau Malang Laris ke Mancanegara

FT. Berbagai karya kerajinan di sanggarnya di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. (MemoX/nif).

Malang, MEMOX.CO.ID – Tehnik ekoprint atau memberikan motif pada kain dengan menggunakan bahan alami, seperti daun atau bunga membawa dampak positif bagi Mutdrika. Di sanggarnya yang berada di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, ia telah menghasilkan ratusan kerajinan.

Bahkan, di sanggar yang diberi nama Sanggar Kreasi Mamalya (SKM), salah satu produk yang dihasilkan dibeli langsung oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Ksad) melalui ibu negara. Kain yang dibeli diakui berupa kain batik sutra.

Tidak hanya dibeli oleh orang-orang penting saja, karya-karya dari sanggar SKM ini juga laris di seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Mutdrika menyebut, yakni HongKong, Singapura dan Malaysia.

“Awal mula membuat sanggar SKM ini tujuannya memang pelatihan. Ini sejak tahun 2015 menggambar, melukis dan sebagainya,” katanya Rabu (5/2/2025) kemarin.

Seiring berjalannya waktu, owner dan trainer ini mengaku, para ibu-ibu yang berlajar di sanggarnya membuat beberapa kerajinan. Pada tahun 2018 saat marak-maraknya ekoprint, ia mengajak berkarya dengan teknik pewarnaan kain kontemporer.

Bahkan, saat ini produknya sudah lebih banyak ke ekoprint. Teknik pewarnaan pada kain dengan menggunakan bahan alami tersebut diterapkan pada produk seperti sepatu, tas, cendramata, selendang, kain, bahkan hingga baju.

Adapun daun yang digunakan untuk pewarnaan adalah, daun yang bertanin tinggi. Seperti daun jati, jarak, maupun jenitri. Kenapa daun yang bertanin tinggi?, perempuan berusia 42 tahun ini mengaku, supaya warna daun yang keluar pada saat diekoprint cukup cerah.

“Untuk saat ini yang paling laku dibeli masyarakat adalah tas, sepatu, cendramata lucu, sandal,” jelasnya.

Untuk jenis harga, istri Babinsa Desa Mulyoagung Koramil 0818/29, Kecamatan Dau ini mengaku bervariasi. Mulai dari Rp25 ribu, hingga jutaan rupiah. Yang harga Rp25 ribu, itu seperti boneka kecil, gantungan dan sebagainya. Namun yang harga ratusan sampai jutaan, itu seperti baju dan sebagainya.

Hingga saat ini, Mutdrika menyebut, orang yang sudah ikut dirinya membuat kerajinan sudah banyak. Kemudian pengrajin itu dibebaskan menjahit di rumahnya masing-masing agar bisa menjalankan kewajiban sebagai istri.

“Supaya bisa bekerja lainya. Dan kalau ditaruh di sini tempatnya kurang. Kerja di rumah bisa momong anak juga,” pungkas Mutdrika mengakhiri. (nif).

Penulis: Anif