Berita  

Santunan Anak Yatim Piatu: Antara Kepedulian dan, Eksploitasi Anak

MEMOX.CO.ID – Bulan Ramadan sering kali menjadi momen meningkatnya kepedulian kepada kaum dhuafa, terutama anak yatim piatu.

Berbagai acara santunan digelar dengan niat mulia, baik oleh individu, kelompok, hingga instansi. Namun, di balik kegiatan amal yang tampak penuh kebaikan itu, terselip fenomena yang mengkhawatirkan yaitu “Eksploitasi Anak Yatim Piatu”.

Mereka kerap dijadikan objek pencitraan dalam bentuk publikasi foto, video, dan dokumentasi yang lebih menonjolkan kepentingan pemberi daripada kesejahteraan penerima.

Tak jarang, santunan ujung-ujungnya hanya formalitas dan seremonial belaka, yang sudah menjadi agenda tahunan tanpa dampak jangka panjang.

Padahal, Islam dan ajaran kemanusiaan mengajarkan bahwa menyantuni anak yatim bukan sekadar memberi materi, tetapi memastikan mereka tumbuh dengan martabat dan masa depan yang lebih baik.

Lantas, bagaimana cara yang benar dalam menyantuni anak yatim piatu?
Bagaimana pandangan agama, etika sosial, dan ajaran para ulama (menurut Ajaran Islam) dalam hal ini?

Menelisik Hukum Santunan Anak Yatim Piatu dalam Islam , Islam menempatkan anak yatim dalam posisi istimewa dan mengajarkan bahwa menyantuni mereka adalah amal saleh yang sangat dianjurkan.

Dalam Al-Qur’an dan hadits menegaskan kewajiban serta adab dalam menyantuni anak yatim.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 220 yang artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah: ‘Memperbaiki keadaan mereka adalah lebih baik…’”

Sudah jelas menekankan bahwa kita semua harus menjaga “Kehormatan dan Hak Anak Yatim”

Dalam hal ini Islam tidak hanya menganjurkan memberi santunan, tetapi lebih dari itu, berupaya memperbaiki kehidupan mereka (anak Yatim Piatu) secara menyeluruh.

Sementara larangan mengeksploitasi ataupun membuat tidak nyaman Anak Yatim yang tertuang dalam Al-Qur’an Surat Ad-Dhuha Ayat 9 yang artinya:
“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.”

Perlu kita pahami bahwa penjelasan dalam konteks modern dan sering kita lihat, mengeksploitasi anak yatim untuk kepentingan pencitraan, yang dilakukan individu maupun instansi, termasuk dalam tindakan yang bertentangan dengan ajaran ini.

Menghentikan eksploitasi anak yatim dalam bentuk pencitraan dan santunan seremonial adalah langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih bermoral dan beretika.

Sudah saatnya kita memandang anak yatim piatu sebagai individu yang harus diberdayakan, bukan sekadar diberi belas kasihan.

Jika santunan dilakukan dengan cara yang benar, mereka tidak hanya akan tumbuh sebagai penerima bantuan, tetapi juga sebagai generasi yang mandiri dan mampu memberikan manfaat bagi orang lain di masa depan.

Menurut Imam Al-Ghazali: “Memberi santunan kepada anak yatim tidak cukup dengan harta, tetapi harus dengan kelembutan hati dan pendidikan yang baik.”

Ini menegaskan bahwa anak yatim tidak hanya membutuhkan uang, tetapi juga bimbingan moral dan intelektual agar mereka tumbuh menjadi individu yang mandiri. (anc)