MEMOX.CO.ID – Pondok pesantren tak berizin menjadi masalah serius yang mesti diselesaikan pemerintah. Sebab, pesantren tanpa izin jelas mengabaikan standar pendidikan. Di Kabupaten Malang sendiri, masih sekitar 300 pondok belum memiliki izin operasional.
Padahal sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, mewajibkan seluruh pesantren baik yang telah didirikan maupun yang akan didirikan memiliki tanda daftar dari Kementerian Agama Pusat.
“Izin operasional tersebut untuk memperoleh pengakuan Kemenag. Kemudian memudahkan pembinaan dan pemantauan perkembangannya,” kata Kepala Seksi Pendidikan Diniyah (PD) dan Pondok Pesantren (Pontren) Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Malang Muhammad Arifin saat dikonfirmasi belum lama ini.
Karena, tidak sedikit terkadang ada kasus kekerasan seksual, bullying, maupun perundungan yang terjadi di pondok pesantren. Dengan adanya izin operasional itu, Kemenag bisa melakukan pembinaan. Namun, jika pesantren tersebut terbukti secara hukum terkena masalah, perizinan tersebut bisa dicabut.
“Ponpes yang memiliki izin juga berhak mengajukan bantuan jika membutuhkan,” ujarnya.
Dari data di aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bantuan (SIMBA) Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren, ada sekitar 14 bantuan yang diberikan oleh Kemenag. Diantaranya bantuan pembangunan ruang belajar pesantren dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) pesantren dan pendidikan keagamaan Islam.
Selain masalah izin, Arifin juga menuturkan, dari total sekitar 600 ponpes dan 300 ponpes yang sudah memiliki izin operasional, juga ada yang sudah tidak aktif, tetapi masih ada anak yang mengaji.
Sayangnya, dia tidak menghafal rincian data tersebut. Namun, mengacu data Kemenag Kabupaten Malang, pada 2023 lalu, terdapat 90 ponpes yang termasuk kategori tidak aktif.
Syarat sebuah lembaga bisa disebut ponpes sesuai Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menyebutkan pesantren bisa memperoleh izin jika memiliki kiai dan mempunyai minimal 15 santri yang bermukim di pesantren, pondok, atau asrama, dan lainnya.
“Syarat sebuah lembaga disebut ponpes itu terdapat 15 santri yang bermukim 24 jam,” pungkasnya. (nif/syn)