Opini  

Pilkada Itu Hanya Mencari Karyawan

Pilkada Itu Hanya Mencari Karyawan

*) Oleh: Drs. Bambang GW
Ketum Presidium Dewan Kampung Nuswantara

Selalu saja terjadi dalam perhelatan Pilkada dalam dua warsa ke belakang hingar bingar beragam wajah tampak dengan segala pose yang dipoles sosok yang santun, intelektual, bersahaja, agamis, pejuang rakyat. Juga tampang yang diedit agar tampak muda, cantik/tampan, elegan dan kharismatik menjamur menghiasi sudut sudut jalanan kota/kabupaten. Rakyat bak juri fotogenik yang sedang menjuri kepantasan mereka.

Di sisi lain, yang lebih konyol lagi Pilkada yang sudah berlangsung ternyata tidak membuat proses demokrasi semakin berkualitas. Yakni mewujudkan subtansi demokrasi tentang keadilan sosial, kecerdasan berbangsa dan kesejahteraan sosial tetapi masih konyol berkutat bagai seleksi lowongan karyawan pemerintahan.

Bagaimana tidak, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang diharapkan menjadi garda terdepan bersama Badan Pengawas Pemilu (Baswaslu) mewujudkan hal tersebut malah tidak lebih menjadi badan kepegawaian/kabag personalia perusahaan. Kedua badan ini berkutat perihal administrasi semata. Tidak lebi. Apalagi semakin mencolok saat menerima calon perorangan.

Gaya tersebut diperankan dengan sangat dramatis agar layak dianggap tim seleksi yang profesional. Bahkan mereka juga memerankan diri menjadi dinas kependudukan yang melakukan sensus atas pengajuan syarat administrasi calon perorangan.

Dengan dalih berpijak pada aturan yang sudah dibuat, mereka bekerja dengan seksama tanpa perlu diimbuhi kualitas personal. Mereka yang konon untuk lolos juga harus melewati seleksi yang ketat,  kalau hanya begitu, apa bedanya dengan sekretaris kelurahan?. Padahal mereka itu yang seharusnya mempunyai beban sebagai garda terdepan yang menentukan peningkatan kualitas demokrasi di republik ini.

Maka jangan pernah menabur mimpi pengharapan yang muluk muluk kalau secara struktural dan sistematik Pilkada hanya diarahkan sebatas administrasi para pendaftar ajang tersebut. Sengaja penulis melontar tulisan ini pada batas proses penerimaan calon perorangan yang kerap kali diwarnai kisruh temuan bukti administrasi yang bisa menggugurkan pencalonan pasangan perorangan tanpa ditilik secara apresiatif bagaimana proses yang sudah mereka kerjakan.

Di sisi inilah partai politik selalu dimudahkan dan diuntungkan hanya dengan selembar kertas yang dianggap sah lolos menjadi calon kepala daerah.

Maka tak terlalu berlebihan kalau penulis menyebutkan bahwa Pilkada itu hanya seleksi administrasi calon karyawan pemerintahan yang menggunakan anggaran negara yang juga berasal dari pajak rakyat.

Malang, 12 Juli 2024. (*)