MEMOX.CO.ID – Berbagai wacana oleh para Paslon di Pilkada serentak 2024 yang beredar di masyarakat semakin menegaskan bahwa Pilkada Kota Malang 2024 berpotensi untuk dihujani berbagai pemberian yang masuk dalam kategori politik uang.
Salah satunya adalah masifnya kampanye dalam bentuk tebus murah sembako oleh oknum peserta Pilkada. Nilai tebus sembako murah yang jauh dari standar kewajaran memunculkan peringatan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Malang.
Surat dari Bawaslu Kota Malang tertanggal 3 Oktober 2024 dengan Nomor 361/PM.00.02/KJI-34/ 10/2024 menghimbau agar kampanye dengan model seperti itu dihentikan.
Surat yang ditandatangani Ketua Bawaslu Kota Malang itu juga menekankan adanya kampanye sesuai kewajaran yang ada pada besaran harga sembako.
Selain itu, terdapat berbagai pelanggaran lain yang bersinggungan langsung dengan potensi pelanggaran hukum di atas.
Menjelang hari pemungutan suara, masalah lain turut menghantui diindikasikan masyarakat Kota Malang.
Berbagai informasi di masyarakat bean Nasional adanya potensi ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri).
Potensi ketiadaan netralitas tersebut dapat menyebabkan gesekan di masyarakat dan hilangnya kepercayaan pada penyelenggara negara.
Berangkat dari argumentasi di atas maka, Koalisi Rakyat Bersatu Selamatkan Demokrasi (Kobarkan Demokrasi). Menyampaikan sikap politik dan mendesak kepada Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang untuk :
- Melakukan pengawasan secara lebih ketat dan menindak dengan tegas pelaku politik uang Sesuai dengan Amanat UU No. 10 Tahun 2016. Bahwa, selain memberikan sanksi bagi pemberi uang atau materi tertentu, pihak penyelenggara Pilkada Kota Malang juga wajib melakukan tindakan yang sesuai hukum yang berlaku pada penerima politik uang,
- Melaksanakan pengawasan dan penindakan pada oknum peserta Pilkada maupun pihak-pihak lainnya yang menggunakan politik sembako secara tidak etis dan di luar kewajaran. Bahwa dalam filsafat hukum, etika berada di tingkat norma dan asas, dan posisinya jauh di atas hukum.
Karena itu, pelanggaran etika dipandang secara sosial sama atau bahkan lebih hina daripada pelanggaran hukum. Kondisi politik sembako yang masif merupakan tindakan yang hina dan mencederai norma sosial yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu, perlu ada tindakan tegas yang setiap pelaku dari upaya-upaya politik tersebut:
- Menindak secara tegas, tanpa ketakutan dan tanpa kompromi pada seluruh oknum ASN, TNI dan Polri yang menunjukkan ketidaknetralan. ‘ Bahwa aparat-aparat tersebut merupakan pelayan publik, pelaksana mandat dari rakyat dan sesuai dengan Putusan MK nomor 136/PUU-XXI!/2024, pelanggar dari asas netralitas layak untuk dipidana dan mendapat konsekuensi hukuman semaksimal mungkin.(*)