MEMOX.CO.ID – Kabupaten Blitar termasuk daerah dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Hal tersebut diketahui setelah ditemukan 235 sapi positif mengalami PMK, dan 30 ekor mati.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Blitar, drh Nanang Miftahudin mengatakan, berdasarkan melonjaknya kasus yang jauh diatas standar, sebenarnya di Kabupaten Blitar sudah bisa dikategorikan wabah atau KLB.
“Untuk penyakit hewan penetapannya oleh Kementan, berbeda dengan sektor kesehatan manusia yang bisa ditetapkan oleh pimpinan daerah,” kata Nanang Miftahudin, Kamis(02/01/2025).
Lebih lanjut Nanang menjelaskan, kasus PMK pada Desember 2024 lalu, meningkat jauh jika dibanding awal 2024 apalagi 2023.
“Ini karena program vaksinasi berjalan dengan maksimal, sedangkan mulai April 2024 pelaksanaan vaksinasi merosot tajam,” jelasnya.
Nanang menandaskan, pada 20 Desember 2024 kemarin, Dinas Peternakan Provinsi Jatim telah melaksanakan rapat darurat, dalam rangka pengusulan perubahan status di Jatim.
“Untuk menentukan penetapan wabah PMK atau perubahan status, dari tertular menjadi wabah PMK agar bisa mengalokasikan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT),” tandasnya.
Menurut Nanang sejak awal Desember 2024 lalu, kasus PMK yang menyerang ternak sapi di Kabupaten Blitar kembali meningkat.
“Dari data sementara, sampai terakhir 31 Desember 2024 total ada 315 kasus dan 235 ekor ternak sapi yang positif PMK. Dimana 35 ekor sudah sembuh, serta 30 ekor sapi mati dan 15 dipotong paksa,” ujarnya.
Peningkatan ternak sapi yang positif terserang PMK, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Blitar.
“Kasus ini menyerang ternak sapi yang terutama belum pernah divaksin, atau tidak jelas sudah atau belum divaksin,” tegasnya.
Ditambahkannya, ternak yang baru dibeli atau didatangkan dari luar daerah, Disnakkan melakukan beberapa langkah pencegahan.
“Pencegagan itu seperti melakukan pemeriksaan ketat ternak sapi di pasar hewan, kalau diketahui sakit dengan gejala mirip PMK diminta untuk dibawa kembali dan diobati sampai sembuh,” imbuhnya.
Disnakkan juga sudah melakukan upaya pencegahan diantaranya, membuat surat edaran untuk camat, lurah/desa perihal kewaspadaan muncul Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS). Kemudian, berkoordinasi dengan organisasi profesi PDHI Jatim 8 dan Paravetindo serta petugas Puskeswan dalam kesiapsiagaan menghadapi PHMS tersebut.
Selain itu juga dilakukan penyebaran informasi melalui media sosial, flyer tentang kewaspadaan terhadap penyakit PMK dan PHMS. Komunikasi, Informasi dan Edukasi oleh petugas kesehatan hewan pada peternak, agar segera melapor jika menemukan hewan dengan gejala PMK dan penyakit strategis lainnya.
Nanang mengaku, jika program vaksinasi PMK, memang merupakan perlindungan yang bagus. Namun saat ini tidak ada stok vaksin di pemerintah dan sesuai surat pemberitahuan Kementan, agar para peternak berupaya dengan vaksinasi mandiri.
“Kementan akan mengusahakan persediaan vaksin/alokasi vaksin dengan berupaya menggeser dari anggaran kegiatan lain. Namun waktunya kapan tersedianya vaksin dari pemerintah, menunggu info lebih lanjut,” pungkasnya. (fjr)