Dinamika Konflik Forum Anak Desa Ngijo Sebagai Penguatan Organisasi

Oleh: Ika Vijayanti Lailatul Fitria, Mahasiswa S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

MEMOX.CO.ID – Forum Anak Desa (FAD) Ngijo merupakan organisasi yang berkomitmen pada pemberdayaan anak-anak dan remaja melalui program-program edukasi dan sosial. Program utama seperti Sekolah Perempuan berfokus pada pemberdayaan ibu-ibu untuk mendukung pendidikan anak-anak mereka, sementara Edukasi Sosial memberikan penyuluhan tentang pentingnya pendidikan, bahaya bullying, dan dampak negatif seks bebas. Keberhasilan program FAD terlihat dari penghargaan yang diraih, menunjukkan pengakuan terhadap kualitas program yang dijalankan, serta perkembangan signifikan pada anggota yang menjadi lebih sadar akan isu-isu sosial dan aktif berkontribusi dalam komunitas. Namun, dalam perjalanannya, FAD menghadapi sejumlah tantangan, baik internal maupun eksternal.

Tantangan utama FAD melibatkan kesibukan anggota yang sering kali mengganggu konsistensi program, rendahnya penerimaan masyarakat terhadap visi dan misi organisasi, serta hubungan yang kurang harmonis dengan pemerintah desa. Anggota FAD sering kali harus membagi waktu antara tanggung jawab di forum dan kegiatan pribadi, yang menciptakan konflik internal. Ketidaksesuaian ekspektasi antar anggota menjadi salah satu sumber konflik ini, sementara prasangka masyarakat terhadap pentingnya pemberdayaan anak sering kali memunculkan konflik eksternal. Hubungan yang kurang baik dengan pemerintah desa juga menjadi hambatan, terutama dalam hal pendanaan dan dukungan kolaborasi. Konflik eksternal, seperti penolakan dana atau kolaborasi yang tertunda, berisiko memicu gesekan, tetapi juga mendorong anggota untuk lebih aktif mencari solusi alternatif.

Konflik yang dihadapi FAD dapat dijelaskan melalui teori Lewis Coser, yang melihat konflik sebagai alat instrumental untuk memperbaiki hubungan sosial dan memperkuat identitas kelompok. Menurut Coser, konflik yang muncul dari ketidakpuasan terhadap tuntutan sosial, seperti yang dialami oleh FAD, memiliki potensi untuk mempererat solidaritas internal. Hal ini terlihat dari cara anggota FAD saling mendukung dalam menghadapi tekanan eksternal, menciptakan rasa kebersamaan yang kuat di tengah tantangan yang ada. Konflik eksternal ini, meskipun sulit, telah mendorong anggota untuk lebih solid dan aktif dalam memperjuangkan visi organisasi.

Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, FAD memilih berbagai strategi untuk memastikan keberlanjutan program. Salah satu langkah yang diambil adalah menyusun jadwal kegiatan yang lebih fleksibel, memungkinkan anggota untuk menyesuaikan waktu mereka tanpa mengorbankan konsistensi program. Selain itu, FAD meningkatkan komunikasi dengan masyarakat melalui pendekatan personal, terutama dengan ibu-ibu muda, untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang pentingnya pendidikan dan pemberdayaan anak. Hubungan dengan pemerintah desa juga terus diupayakan agar lebih konstruktif, sementara media sosial dimanfaatkan sebagai alat untuk menarik sponsor dan membangun kolaborasi dengan pihak eksternal.

Analisis SWOT FAD menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki banyak kekuatan, seperti program berdampak nyata yang diakui secara eksternal, solidaritas anggota yang kuat, serta nilai-nilai inklusif yang menciptakan lingkungan yang ramah dan mendukung. Namun, kelemahan seperti kesibukan anggota, rendahnya pemahaman masyarakat, dan hubungan yang kurang baik dengan pemerintah desa masih menjadi kendala yang signifikan. Di sisi lain, peluang seperti ekspansi ke desa-desa terpencil, kolaborasi dengan sponsor, perubahan pola pikir masyarakat melalui edukasi, dan regenerasi anggota memberikan harapan untuk perkembangan yang lebih besar. Ancaman seperti ketergantungan pada dana pemerintah, tantangan sosial seperti patriarki, dan penggunaan teknologi yang berlebihan di kalangan anak-anak juga memerlukan perhatian serius agar tidak menghambat efektivitas program.

Melalui pendekatan strategis yang terencana dan pengelolaan konflik yang bijak, FAD berhasil mengubah tantangan menjadi peluang untuk berkembang. Konflik internal dan eksternal yang dialami organisasi ini tidak hanya berhasil diredam, tetapi juga dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan sosial di dalam dan di luar kelompok. Solidaritas anggota yang semakin kuat dan kepercayaan diri yang meningkat menjadi bukti nyata bahwa konflik dapat berfungsi sebagai alat perubahan yang positif, sebagaimana yang dijelaskan oleh teori Coser. Dengan memanfaatkan potensi konflik sebagai kekuatan pendorong, FAD Ngijo tidak hanya mampu mempertahankan eksistensinya tetapi juga terus memperluas dampaknya di masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan program yang lebih inklusif, tetapi juga membangun komunitas yang mendukung tumbuh kembang anak-anak sebagai aset masa depan bangsa. (*)