Merawat Ingatan Dua Tahun Tragedi Kanjuruhan, Keluarga Korban Adakan Diskusi

FT. Berlangsungnya diskusi keluarga korban Kanjuruhan Malang. (MemoX/nif).
FT. Berlangsungnya diskusi keluarga korban Kanjuruhan Malang. (MemoX/nif).

Malang, MEMOX.CO.ID – Dua tahun sudah Tragedi Kanjuruhan berlalu. Namun ingatan tentang hilangnya ratusan nyawa masih belum sirna. Keluarga korban terus merawat ingatan dengan menggelar diskusi publik bersama dengan organisasi masyarakat sipil, Senin (30/9/2024) kemarin.

Diskusi yang bertempat di Kedai Swara Alam, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang ini, dihadiri oleh keluarga korbankan, mahasiswa, suporter Aremania, presidium Aremania, komunitas suporter, penyintas, dan beberapa organisasi masyarakat sipil lainnya.

Dalam kegiatan ini, mereka berbincang terkait Tragedi Kanjuruhan dengan mendatangkan beberapa narasumber di antaranya keluarga korban, Dhia Al Uyun dari Akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Brawijaya.

Kemudian Andi Muhammad Rezaldy dari kontras, Arief Maulana dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Suciwati dari aktivis Hak Asaai Manusia (HAM), dan Daniel Siagian dari Lembaga Bantuan Hukum Pos Malang.

Salah satu narasumber LBH Pos Malang Daniel Siagian yang selama ini mendampingi keluarga korban menyampaikan, bahwa diskusi bersama keluarga korban ini penting dilakukan. Pasalnya sebagai bentuk refleksi baik dari keluarga korban, pendamping, hingga jaringan masyarakat sipil terkait keadilan bagi keluarga korban.

“Kita melihat 2 tahun ini proses atau upaya hukum untuk keluarga korban ini belum mendapatkan keadilan,” kata Daniel.

Kendati dengan begitu, kegiatan ini untuk mengingatkan masyarakat baik di Malang Raya maupun nasional bahwa Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 silam yang menewaskan 135 nyawa belum selesai.

Ia menyebutkan banyak upaya hukum yang harua ditempuh ke depannya. Baik itu melalui ranah pidana Hak Asaai Manusia (HAM), maupun ranah perdata.

Sementara itu, Suciwati aktivis HAM menambahkan bahwa, kegiatan diskusi seperti ini harus dilakukan secara berkelanjutan untuk mengingat sebuah momen pilu pada 1 Oktober 2022 lalu.

“Ini dilakukan untuk mengingat sebuah tragedi kemanusiaan yang harus dihighlight, tapi ini kayak adem ayem,” imbuh perempuan sekaligus istri Munir Said Thalib.

Lebih lanjut aktivis HAM ini menjelaskan, sebelumnya, pada 2005 silam terkait kasus Munir, juga mengkampanyekan Menolak Lupa. Kampanye ini dilakukan pada saat persidangan jauh sebelum adanya aksi kamisan. Sehingga ia mengajak untuk terus digagas menolak lupa.

“Tapi di sini saya melihat gerakan keluarga korban sangat kurang dan ini bisa dievaluasi ke depannya dipertajam dengan membentuk organisasi,” pungkasnya. (nif).