Hukum  

Media Berharap Simbiosis Mutualisme

Jika pers/media cetak padam maka tiang demokrasi tidak lagi kuat karena kemerdekaan pers disebut sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Maka kemerdekaan pers sebagai hal yang mutlak adanya demokrasi, jika pers dan media cetak mati maka demokrasi juga mati.

Dalam konteks itulah bangsa ini sangat penting untuk bersama-sama mempertahankan eksistensi pers khususnya media cetak. Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 3 UU 40/1999 disebutkan bahwa di pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Sehingga bisa dikatakan bahwa kontrol sosial itulah yang menempatkan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

Media cetak yang berkembang di masyarakat Indonesia yaitu majalah, koran, booklet dan brosur, surat langsung, handbill atau flyer (sebaran atau edaran), billboard, press release, dan buku. Tetapi pada era digital seperti ini, ternyata mendatangkan malapetaka bagi media cetak.

Seperti pakar komunikasi terkenal, Philip Meyer, menyebut koran pada 2044 akan berhenti cetak, bisa jadi kenyataan kalau tak ada inovasi baru dari pimpinan koran untuk menyikapi perkembangan yang ada (Nurdin, 2009).

Di Indonesia sendiri pun telah banyak media cetak yang telah menghentikan penerbitannya seperti, Sinar Harapan, Harian Bola, Jakarta Globe, Harian Jurnal Nasional, Rolling Stone Indonesia, Republika dan masih banyak lagi.

Menurut hemat saya, Pemerintah harus segera mengambil langkah strategis dalam menyelamatkan bisnis media cetak, apalagi sejarah bangsa ini tidak bisa lepas dari peran media cetak yang ikut andil dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Media cetak sebagai bagian dari pers perjuangan adalah bagian dari sejarah bangsa. “Kita tidak bisa memungkirinya dan jangan sampai media cetak hanya akan menjadi catatan sejarah saja. Pemerintah harus segera memberi solusi agar keberlangsungan media cetak bisa bertahan dalam menghadapi perkembangan teknologi yang semakin canggih ini,” ujar Endik Junaedi yang sehari-hari menjabat sebagai Pemred Harian Memo X.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah tambahnya, adalah dengan memberi penghapusan pajak kertas, atau setidaknya memberi keringanan dalam bentuk dispensasi pajak. Bentuk lain lagi juga bisa diberikan stimulus agar usaha penerbitan media cetak bisa bertahan.

Harapan besar ditujukan kepada pemerintah pusat dan daerah memikirkan kesinambungan media cetak. Karena banyak wartawan atau pekerja pers yang menggantungkan harapan hidupnya. Jika media cetak tutup berapa banyak wartawan yang menderita, termasuk keluarganya.

Tidak saja melalui bantuan peningkatan profesionalitas kewartawaan sebagaimana dilakukan selama ini dalam program Uji Kompetensi Wartawan (UKW), tapi juga menaruh perhatian dalam hal berbagai kemudahan dan insentif di antaranya seperti menggalakkan kembali di lingkungan kerja Pemprov, jajaran Pemerintah kota dan kabupaten untuk tetap berlangganan surat kabar dan kerjasama lainnya yang saling menguntungkan kedua belah pihak, sehingga hubungan emosional antara jajaran pemerintahan dan redaksi di masing-masing media cetak di daerah ini tetap terus terjaga serta terjalin baik. (*)